Isu yang masih hangat diberitakan berbagai media, baik media
cetak, elektronik atau online saat ini adalah perseteruan dua kubu elit
politik: koalisi merah putih (KMP) vs Koalisi Indonesia hebat (KIH). Seperti
kita ketahui, skor sementara 5-0 untuk kemenangan kubu Prabowo cs. Mulai dari
UU Pilkada sampai kursi jabatan ketua DPR dan MPR yang disapu bersih oleh KMP.
Opini publikpun merebak. Berbagai komentar beredar di sosial media seperti
facebook dan twitter. Mulai komentar pakar intelek berdasar analisa logis sampai
komentar miring asal njeplak bernada sinis. Bahkan banyak yang dibuat sebagai bahan humor lucu
melalui anekdot, kartun maupun foto plesetan / parodi.
Soal skor, jelas KMP menang karena jumlah anggota
pendukungnya lebih banyak. Pertanyaannya, diantara koalisi merah putih dan
koalisi Indonesia hebat, siapa yang benar?
Jawabannya relatif. Tergantung siapa yang menilai serta barometer
apa yang digunakan untuk menilai. Bagi anggota genk KMP, tentu mereka yang
benar. Begitu pula sebaliknya. Tapi menurut saya, keduanya benar dan sama-sama
salah.
Sebenarnya dalam dunia politik di era demokrasi, pertarungan
seperti itu sudah biasa. Bukan hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain yang
iklim demokrasinya lebih majupun sering terjadi perebutan kekuasaan. Logikanya,
orang terjun ke dunia politik untuk apa? Untuk kekuasaan dan jabatan. Oke,
mungkin analisa saya salah. Yang benar adalah untuk membela rakyat, demi
kemakmuran rakyat, untuk menyejahterakan rakyat. Tapi bagaimana bisa
memakmurkan rakyat kalau gak punya kuasa untuk itu?
Kesimpulannya, KMP vs KIH yang berebut kursi di legislatif
adalah tindakan yang benar dan seharusnya memang dilakukan. Dengan catatan:
kursi yang berhasil diduduki dijadikan pijakan untuk kepentingan rakyat. Beberapa pakar politik menilai, kondisi ini baru terjadi di Indonesia. Dimana partai oposisi menguasai parlemen (legislatif). Hal ini justru bagus sebagai pengontrol kebijakan eksekutif.
Tapi
tindakan kedua kubu salah besar jika jabatan tersebut digunakan untuk
kepentingan pribadi dan golongannya sendiri. Apalagi jika hanya untuk misi
balas dendam dan menunjukkan power, “kemaren gua boleh kalah, tapi liat
sekarang, siapa yang jagoan?” Jika ini terjadi, bisa dipastikan jalannya pemerintahan akan kacau. Sebab, legislatif akan menjegal semua kebijakan pemerintahan Jokowi. Terlepas itu kebijakan yang baik atau buruk. Maaf, saya tidak menyebut nama dalam hal ini.
Kalo Anda punya asumsi siapa tokoh yang saya maksud, terserah Anda.
Para anggota DPR dan MPR adalah kumpulan orang hebat. Pakar
politik yang sudah tahu resiko apa yang akan diambil untuk kariernya. Tapi
sebagai orang awam, saya berpikir koalisi merah putih gegabah dalam mengegolkan
UU Pilkada tidak langsung. Itu tindakan untuk melawan arus. Tak dapat
dipungkiri, sebagian besar rakyat Indonesia menginginkan pilkada secara
langsung. Terbukti dari maraknya demonstrasi menentang UU Pilkada tidak
langsung. Dalam pemilu legislatif mendatang, orang tentu mencatat partai apa
saja dalam koalisi merah putih yang ingin merubah UU Pilkada langsung menjadi
tak langsung seperti zaman orde baru. Meskipun alasan perubahan itu masuk akal,
sebagian masyarakat tidak bisa menerimanya. Resiko terbesar adalah suara parpol
dalam koalisi merah putih akan anjlok. Entahlah kalau lima tahun mendatang
rakyat Indonesia sudah lupa pada kejadian saat ini. Kayaknya tak mungkin deh.
Kalau rakyat lupa, juru kampanye dari partai koalisi Indonesia hebat pasti akan
mengingatkannya. Pasti!
Tapi belum tentu juga. Dalam dunia politik semuanya bisa
terjadi. Tak ada kawan atau musuh abadi. Mengutip ucapan Jokowi, “politik itu
bisa berubah dari detik ke detik, menit ke menit. Jangan khawatir, semuanya
akan baik-baik saja.” Benarkah?
Apapun yang terjadi, semoga rakyat tetap jadi prioritas.
Jangan sampai gajah bertarung dengan dinosaurus, pelanduk mati di tengahnya.
Semoga anggota legislatif tidak asal jegal. Dukunglah kebijakan yang baik. Beri masukan jika kebijakannya salah. Semoga semua anggota DPR masih punya hati nurani. Nggak suka korupsi lagi.
Kalaupun ada yang korupsi, itu hanya oknum. Dan semoga oknum nakal di DPR tidak
berjamaah dalam hal KKN.
Sebelumnya saya minta maaf jika artikel ini menyinggung pihak tertentu. Percayalah, saya hanya orang biasa yang ingin menyampaikan aspirasi di era demokrasi. Siapa tahu uneg-uneg saya mewakili perasaan masyarakat dan bisa jadi bahan pertimbangan demi kebaikan bangsa. Semoga tulisan singkat ini ada manfaatnya.
Kepada pembaca, silahkan urun pendapat di kolom komentar di bawah ini
Terima kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah menyampaikan pendapat. Anda bebas menyampaikan opini asal sesuai topik dan tidak mengandung unsur sara, pornografi dan hal yang terlarang menurut hukum, agama dan norma di masyarakat